Psychology of Money

Apa itu Uang

07 Sep 2023

thumbnail
Artikel ini ditulis oleh Aleima Sharuna, Mental Health Advocate & Pracitioner.

Bertahun-tahun topik terkait uang maupun segala hal berbau finansial sering saya hindari.

Dulu saya menganggap uang adalah hal tabu yang sebaiknya disimpan rapi dalam sebuah kotak rahasia. Begitu juga lingkungan sekeliling saya yang otomatis mengecilkan suaranya ketika topik uang muncul di pembicaraan. 

Padahal, membicarakan uang berarti membicarakan elemen penting dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan tempat tinggal, serta memungkinkan akses ke pendidikan, kesehatan, maupun hiburan. 

Lalu mengapa topik uang sering memunculkan rasa tidak nyaman dalam diri banyak orang? Bukankah uang murni alat pertukaran yang terbuat dari kertas, koin, atau di dunia saat ini angka yang tertera pada aplikasi ponsel kita?

Jika dilihat dari sejarahnya, uang diciptakan atas dasar kebutuhan manusia. Dahulu barter merupakan cara manusia untuk mendapatkan hal yang mereka perlukan. Namun seiring waktu sistem barter memiliki berbagai keterbatasan, seperti sulitnya membawa berbagai komoditas tersebut dalam perjalanan saat melakukan perdagangan. 

Maka, diciptakanlah koin sebagai bentuk representasi fisik dari nilai uang. Ini adalah awal evolusi uang. Selanjutnya, bentuk uang pun berubah menjadi kertas agar lebih mudah dibawa dan digunakan daripada koin yang berat. Dan pada zaman sekarang ini, tentu kita tahu, uang berevolusi menjadi bentuk digital seperti angka pada aplikasi keuangan dan bahkan mata uang kripto. 

Uang membutuhkan manusia

Melihat sejarahnya, justru manusia-lah yang menciptakan uang dan bisa dibilang uang-lah yang membutuhkan manusia agar “ia” memiliki fungsi di dunia ini; yakni sebagai alat tukar. Ironisnya, justru seringkali yang terjadi sebaliknya; kita membutuhkan uang, namun pada saat bersamaan tanpa sadar memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan hal tersebut.
Sistem keyakinan

Kondisi ini tentu melahirkan pertanyaan, apa yang terjadi sehingga kita membentuk jarak dengan uang? Apa yang mengukir persepsi dan sistem keyakinan seseorang pada uang, sehingga mereka tanpa sadar merasa ‘nyaman’ dengan jarak tersebut?

Sebelum membahas hal ini lebih lanjut, mari kita pahami dahulu apa itu ‘sistem keyakinan’ dan bagaimana hal ini terbentuk dalam diri seseorang.  “Sistem keyakinan” adalah kumpulan nilai, konsep, dan berbagai prinsip yang membentuk pandangan seseorang terhadap diri sendiri, dunia sekitar, maupun hal yang spesifik. 

Hal ini terbentuk melalui pengalaman bertumbuh sejak kecil, pengaruh nilai keluarga, budaya, maupun agama. Sistem keyakinan pada uang sering kali terbentuk tanpa kita sadari, namun memberikan sudut pandang pada kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan. 

Karena terbentuk tanpa kesadaran penuh, tak jarang banyak dari kita yang bertingkah maupun bereaksi pada uang secara otomatis (auto-pilot). Tak jarang pula, banyak dari kita yang merasakan dampak dari sistem keyakinan tersebut tanpa memahami apa akar masalah yang membentuk situasi tersebut. Seperti pengelolaan uang yang kurang rapi, banyaknya pengeluaran yang tak terduga, atau sulitnya mendapatkan sumber pendapatan. 

Memahami pengaruh sistem keyakinan terhadap uang adalah langkah pertama menuju pengelolaan keuangan yang bijaksana dan kehidupan yang lebih seimbang secara finansial dan emosional. Jadi, apa saja hal yang membentuk sistem keyakinan kita pada uang? Dalam artikel ini kita akan membahas salah satu penyebabnya. Saat kita tumbuh, pernahkah kita mendengar; “Jangan pegang uangnya, itu kotor!”

Memberikan label pada uang tanpa sadar membentuk persepsi kita akan hal tersebut. Meski hal itu tidak disengaja, atau dirasa tidak signifikan di masa tersebut. Jika label pada uang yang sering kita dengar cenderung positif, maka bisa jadi pandangan kita terkait uang cenderung ke arah positif. Seperti bagaimana uang memberikan kesempatan atau kemudahan. 

Namun, jika label yang sering kita dengar cenderung negatif, pandangan yang terbentuk cenderung negatif terhadap uang. Tanpa sadar, pandangan negatif ini memberikan jarak antara kita dan uang tersebut. Karena, siapa sih yang ingin berdekatan dengan hal yang kita anggap negatif? 

Beberapa contoh label negatif terkait uang yang mungkin sering kita dengar adalah:

  1. Uang mengubah pribadi seseorang. Dulu mungkin terlihat baik dan ramah, namun setelah memiliki banyak uang berubah menjadi sombong
    Uang adalah sumber kejahatan. Bayangkan banyaknya kejahatan seperti korupsi maupun masalah sosial yang muncul karena uang!
  2. Uang memecah hubungan seseorang. Lihatlah betapa banyaknya pertemanan yang retak karena uang
  3. Orang yang selalu membicarakan uang adalah orang materialistis
  4. “Kamu kira dapat uang itu gampang? Uang tidak tumbuh dari pohon!”
  5. Jangan terima uang sembarangan, bisa jadi ada maksud di baliknya
  6. Dan lainnya

Sadarkah kita bahwa label serta berbagai cerita negatif terkait uang membentuk sistem keyakinan kita akan hal tersebut? Berapa banyak dari kita yang tanpa sadar takut uang akan mengubah pribadi kita, sehingga setiap mendapatkan uang selalu ada hal/kejadian yang membuat kita ‘membuang’ uang tersebut? 

Berapa banyak dari kita yang tanpa sadar melihat uang sebagai sumber kejahatan, sehingga kita tak pernah bersedia sepenuhnya untuk menerima uang karena kita ingin menjadi orang baik? Dan berapa banyak dari kita yang rikuh membicarakan uang karena tidak ingin terlihat matrealistis, meski hal itu terkait dengan masa depan relasi ataupun bisnis?

Jarak dengan uang

Berbagai label tersebut tanpa sadar memberikan jarak dan hubungan yang kurang harmonis dengan uang. Jadi apa langkah awal yang bisa dilakukan untuk mulai menyadari persepsi kita tentang uang?

Pertama, tulislah setidaknya sepuluh hal yang kita dengar tentang uang. Mungkin dalam beberapa kondisi, tidak langsung menyasar tentang uang. Tetapi hasil dari uang tersebut. Contoh, ada klien saya yang tidak pernah ingin terlihat mampu karena saat kecil sering mendengar tetangga menggunjingkan ibunya yang sering membeli ayam di depan rumah. 

Kalimat yang ia dengar, “Ih, ibunya dia ‘mah sombong. Kalau beli ayam sengaja biar kita liat, biar kita tau dia punya duit banyak.” Nah, hal ini juga bisa masuk dalam daftar kita.

Kedua, petakan apa sistem keyakinan yang terbentuk dari setiap daftar tersebut. Contohnya, jika kita selalu mendengar bahwa uang sulit didapatkan maka mungkin kita percaya bahwa untuk mendapatkan uang kita harus kerja keras.

Ketiga, rasakan apa reaksi atau otomasi yang biasa kita lakukan terhadap sistem keyakinan tersebut. Contoh, jika kita percaya harus bekerja keras untuk mendapatkan uang, maka bisa saja kita justru merasa bersalah dan menolak uang jika kita mendapatkannya dengan cara yang mudah.

Melakukan tiga hal ini dapat membantu kita untuk mulai menyadari titik relasi dengan uang. Uang memang sebuah alat tukar, namun bisa memberikan dampak lebih dalam hidup berdasarkan arti yang kita berikan. 

Seberapa siap kita melakukan latihan di atas, dan mulai melihat relasi kita dengan uang?