Psychology of Money

Luka tentang Uang

23 Oct 2023

thumbnail
Artikel ini ditulis oleh Aleima Sharuna, Mental Health Advocate & Pracitioner.

Pada artikel sebelumnya, kita membahas bagaimana sistem keyakinan tentang uang terbentuk oleh label atau apa yang kita dengar terkait hal tersebut. Berbagai label negatif tentang uang yang kita dengar mampu membentuk sistem keyakinan yang negatif juga. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih detail terkait berbagai pengalaman negatif, termasuk luka batin, yang berdampak pada keyakinan akan uang. Loh, apa bedanya dengan artikel kemarin? Bedanya, di artikel kemarin kita lebih membahas hubungan langsung antara label terkait uang dengan dampaknya. 

Kali ini kita tidak membahas bagaimana sekeliling kita secara langsung melabel atau membicarakan uang. Namun bagaimana interaksi sekeliling kita terhadap uang mampu membentuk muatan emosi maupun keyakinan kita akan hal itu.

Tidak dapat dipungkiri, bagi beberapa orang uang bisa menjadi sumber stress, kecemasan, ketakutan, dan berbagai emosi tidak nyaman lainnya. 

Sebagian besar dari mereka mungkin pernah mengalami situasi dimana uang menjadi sumber ketegangan atau konflik dalam kehidupan. Atau situasi dimana terjadi hal yang tidak nyaman, atau menyakitkan, dan kebetulan sekali ada uang yang terlihat/terlibat dalam situasi tersebut. Ini bisa menjadi asal muasal terciptanya Money Wound, alias luka tentang uang.

Eksperimen Pavlovian

Untuk memahami bagaimana Money Wound terbentuk, mari kita lihat dulu sebuah eksperimen yang dilakukan oleh seorang ilmuwan Rusia bernama Ivan Pavlov. Eksperimen ini dikenal sebagai “Eksperimen Pavlovian.”

Dalam eksperimen ini Pavlov awalnya menemukan bahwa anjing akan mulai mengeluarkan air liur ketika makanan diberikan, sebagai respon terhadap makanan itu sendiri. Pavlov kemudian menggunakan lonceng sebagai stimulus tambahan selain makanan. 

Setiap kali ia memberikan makanan kepada anjing, dia juga memainkan lonceng. Hal ini ia lakukan berkali-kali. Hasilnya, setelah beberapa kali latihan, anjing mulai mengeluarkan air liur bahkan hanya ketika mendengar lonceng tanpa ada makanan sebenarnya. 

Eksperimen ini menunjukkan bahwa anjing telah mengaitkan suara lonceng dengan makanan, dan terkondisi untuk meresponnya dengan mengeluarkan air liur. Menarik bukan? 

Eksperimen ini menunjukkan bagaimana organisme dapat mengembangkan respon terhadap stimulus baru melalui pembelajaran asosiatif. Dalam teori psikologi hal ini dinamakan “kondisi klasik.” Kondisi ini juga dapat terjadi pada seseorang yang melibatkan uang.

Luka tentang uang memang berbeda pada setiap individu, dan tidak bisa disama ratakan. Namun berikut beberapa contoh bagaimana luka tentang uang dapat terbentuk berdasarkan teori yang telah kita bahas di paragraf sebelumnya:

1.    Ketegangan terkait uang: bayangkan seorang anak tumbuh dalam keluarga di mana orang tuanya sering bertengkar atau merasa stress terkait masalah keuangan. Sang anak melihat uang menjadi stimulus yang terkait dengan konflik atau stress. Jika terus menerus terjadi, sang anak dapat mengaitkan uang dengan emosi negatif, seperti beban, cemas, ketegangan, mirip dengan bagaimana anjing dalam eksperimen Pavlov mengaitkan lonceng dengan makanan. 

Dampak di masa dewasanya adalah sang anak memunculkan respon emosi negatif setiap dihadapkan pada situasi yang melibatkan keuangan. Tak heran jika ia cenderung memilih lari atau menghindari topik maupun masalah keuangan.

2. Pengalaman traumatik: Klien saya pernah bercerita tentang ibunya yang berbulan-bulan berada di Intensive Care Unit (ICU) karena jenis penyakitnya yang langka. Pada masa itu, ia sering menemani bapaknya untuk menjenguk sang ibu dan mengurus berbagai administrasi Rumah Sakit. Tak jarang ia melihat sang bapak mengeluarkan seikat lembaran uang yang gemuk untuk membayar keperluan obat dan Rumah Sakit. Tentu ini terjadi di tahun ‘90-an dimana belum ada bank digital. 

Klien saya datang dengan permasalahan sulit untuk menabung. Ia merasa uang mudah masuk, tapi tidak pernah bisa ia simpan. Berbagai aplikasi keuangan dia coba, namun tetap gagal. Setelah melakukan beberapa sesi, terungkap kejadian di atas dan ia menyatakan ketakutannya akan uang karena uang ia asosiasikan dengan sakit, penderitaan, dan pengorbanan keluarga. Ternyata, itulah yang membuat dia sulit untuk menabung. Ia tidak ingin dengan menyimpan uang, karena tidak ingin menyimpan sakit, penderitaan, dan pengorbanan.

3. Penghargaan terkait uang: Sebut saja Alex, yang seringkali mendengar bagaimana karyawan orang tuanya memuji dan memberikan penghargaan kepada orang tuanya setiap mereka memberi bonus lebih kepada para karyawan.  

Di sisi lain, setiap Alex melihat temannya memberikan uang kepada sesama temannya, mereka memperlihatkan wajah bahagia dan juga memberikan berbagai pujian. Seiring waktu, Alex secara otomatis mengaitkan uang dengan penghargaan dan kebahagiaan. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka mungkin saja Alex akan terjebak dalam siklus untuk selalu memberikan uang demi mendapatkan penghargaan atau perasaan bahagia. 

Dampaknya, mungkin saja ia tidak mengalokasikan uang yang ia miliki untuk tabungan atau investasi, namun ia lebih memilih untuk menggunakannya bersama para sahabat atau sekelilingnya.

Langkah yang bisa diambil

Tiga contoh di atas tentu belum memperlihatkan keseluruhan dan luasnya berbagai luka tentang uang yang dialami oleh sebagian besar masyarakat. Namun, jika beberapa dari kita merasa memiliki luka tentang uang, atau merasa terpicu berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Mengidentifikasi asosiasi terkait uang:
    Tulis sebanyak-banyaknya kata, emosi, memori, pikiran, bahkan sensasi tubuh yang muncul saat kita mendengar, memikirkan, atau mengingat tentang uang. Apapun hal yang muncul terima saja, dan tetap tuliskan meski secara logika hal itu tidak terkait antara satu sama lain
  2. Identifikasi asosiasi yang negatif:
    Dari beberapa hal yang muncul, rasakan mana yang dirasa paling berat oleh kita. Lalu, perhatikan/ingat apa peristiwa yang terjadi dibalik hal tersebut. Tuliskan peristiwa tersebut sedetail mungkin, termasuk emosi kita di masa itu. Jika mampu, lakukan hal ini beberapa kali untuk hal yang berbeda. Kita akan bisa mulai melihat apa saja yang membentuk luka kita terkait uang.
  3. Mengakui dan menerima:
    Setelah menemukan hal dan peristiwa terkait luka tentang uang, langkah selanjutnya adalah mengakui bahwa luka itu ada dalam diri kita. Tuliskan apa saja dampak yang terjadi pada hidup kita saat ini dengan memiliki luka tersebut di dalam diri kita.
  4. Bicarakan dengan konselor atau terapis:
    Setelah menemukan beberapa luka kita akan uang, pertimbangkanlah untuk membicarakan ini kepada profesional. Sesi dengan professional dapat membantu kita untuk menyembuhkan luka batin atau pengalaman negatif yang terasosiasi dengan uang, dan membantu kita untuk membentuk pola pikir dan perilaku yang lebih berkontribusi terkait dengan uang.
  5. Re-edukasi diri kita tentang keuangan:
    Dengan mengetahui apa dampak luka tentang uang terhadap hidup kita di masa kini, kita dapat membangun rencana yang lebih realistis. Dan membantu kita untuk keluar dari siklus yang sudah tidak memberikan kontribusi pada hidup kita. Hal ini juga akan membantu kita untuk membentuk strategi dan memberikan kesadaran lebih dalam mengendalikan atau mengatur keuangan saat ini.

Sekarang, kita tahu bahwa mungkin saja beberapa hal yang terjadi dalam hidup membentuk sistem keyakinan dan perilaku kita terhadap uang. Bisa jadi, tanpa sadar perilaku yang kita miliki adalah sebuah autopilot dari berbagai pengalaman masa lalu yang sudah terlupakan namun masih memberikan dampak di masa kini. 

Yuk, kita kenali apa saja luka kita tentang uang. Ingat, bahwa latihan ini kita lakukan bukan untuk menyalahkan siapapun, namun agar kita bisa menyadari apa yang terjadi dengan kita. Dengan kesadaran tersebut, kita bisa mulai melakukan sesuatu untuk masa depan yang lebih baik.