Hi Warga Bank Saqu,
Pada era digital saat ini, TikTok bukan sekadar media hiburan, melainkan telah menjadi mesin penghasil uang bagi para Solopreneur kreatif yang menghasilkan video pendek untuk mencari cuan.
Kelihatannya memang sederhana, namun pengaplikasiannya tentu tidak mudah. Justru, banyak contoh, Solopreneur yang terjun ke dalam dunia content creator, misalnya, malah mengalami kegagalan.
Pengalaman salah satu sutradara video kawakan di Taiwan, misalnya. Dilansir dari businessweekly.tw, sutradara yang pernah dinominasikan Golden Bell Awards itu bahkan mengaku frustrasi.
Ia mengungkapkan, "Klien saya bilang video pendek yang saya buat terlalu bagus, terlalu halus dan sinematik. Mereka justru mau yang lebih banyak 'joget', natural, seperti diambil hanya lewat handphone."
Pertanyaannya, mengapa video pendek berkualitas tinggi yang dibuat profesional berpengalaman seperti sang sutradara tersebut justru ditolak? Jawabannya cuma satu, yaitu nativeness.
Apa Itu Nativeness di TikTok?
Nativeness adalah kesan orisinal dan natural sehingga konten terasa "asli" atau organik dalam ekosistem TikTok. Semakin konten dibuat dengan nativeness yang kuat, audiens pun merasa semakin memiliki kedekatan emosional.
Mengapa nativeness sangat penting? TikTok merupakan platform yang sangat user-centric. Algoritmanya pun menyoroti konten berdasar engagement, bukan siapa yang membuatnya.
Hal ini pun terperkuat dengan hasil riset TikTok x Nielsen pada 2021. Hasil riset tersebut mengungkapkan, 63% pengguna lebih tertarik pada konten-konten brand yang terasa asli dan relatable.
Selain itu, di TikTok juga berlaku authenticity over aesthetics, yang mana menerangkan bahwa pengguna lebih suka konten yang terasa jujur.
Jadi, mau tidak mau pembuat konten harus menyamar sebagai user karena harus "bermain di area yang sama" dengan pengguna biasa. Kalau terlihat seperti terlalu polished atau iklan, pasti langsung di-skip.
3 Tips Monetisasi TikTok untuk Solopreneur
Berikut adalah strategi praktis bagi para Solopreneur yang ingin mengembangkan usahanya lewat TikTok dan memaksimalkan monetisasi video pendek:
1. Judul Emosional dan To the Point
TikTok adalah platform cepat. Rata-rata pengguna memberi waktu tak lebih dari 2-3 detik sebelum memutuskan menonton atau lanjut scroll. Dalam konteks ini, judul—atau lebih tepatnya text overlay di awal video—menjadi senjata utama.
Contoh judul yang kuat:
- “Kalau kamu belum paham 3 hal ini, semua tools AI-mu percuma.”
- “Kenapa kamu capek terus? Coba cek 3 penyebab ini.”
Strategi ini memanfaatkan dua kekuatan psikologis: FOMO (Fear of Missing Out) dan curiosity.
Jika penonton merasa bisa ketinggalan informasi penting atau merasa tersindir secara personal, mereka akan bertahan lebih lama. Dan itulah peluang kamu untuk menyampaikan pesan bisnis.
2. Gunakan “Grammar Video” yang Konsisten
TikTok menghargai format yang mudah dikenali. Sama seperti serial TV yang punya pola tetap, konten TikTok yang punya struktur berulang cenderung lebih mudah membangun kebiasaan menonton.
Beberapa format yang terbukti efektif:
- Q&A Style: “Kenapa baju putihku selalu kusam?” lalu dijawab dalam 20 detik.
- Golden Sentence Ending: Video pendek tentang outfit atau life hack yang ditutup dengan satu kalimat pamungkas yang memorable, seperti “Kerja itu capek, tapi jangan sampai wajahmu ikut menyerah.”
3. Lakukan Review Berkala Setelah Live Streaming
Video pendek hanya pintu masuk. Konversi nyata sering terjadi di TikTok Live, marketplace, atau link eksternal. Setelah melakukan live streaming atau kampanye besar, lakukan review menyeluruh, bukan sekadar lihat views.
Pertanyaan penting:
- Video mana yang punya rasio klik-tayang (CTR) tertinggi?
- Apakah waktu tayang memengaruhi konversi?
- Gaya host seperti apa yang paling efektif?
- Produk mana yang paling cepat terjual?
Evaluasi ini membantu kamu menemukan pola yang berhasil, lalu mereplikasi secara sistematis pada konten-konten berikutnya.
TikTok: Bukan Sekadar Tampil, Tapi Harus Relevan
TikTok adalah etalase sekaligus arena negosiasi, tempat brand dan kreator bersaing memperebutkan engagement tinggi dan peluang monetisasi konten video pendek.
Tampilan menarik belum tentu menjual. Namun, dengan konten yang native, terstruktur, dan konsisten, peluang mengubah user menjadi pelanggan menjadi lebih besar.
Pada era video pendek, entrepreneur tak cukup hanya jadi kreator. Mereka harus jadi arsitek konten yang mengerti perilaku penonton, punya strategi pengalihan traffic, dan berani mengukur hasil secara berkala.
Dan ingat: TikTok bukan hanya soal tampil menarik, melainkan ladang eksperimen: Siapa yang bisa konsisten, adaptif, dan native, dialah yang menang.
Jadi, apakah strategi konten TikTok kamu masih mengandalkan keberuntungan… atau sudah berbasis strategi untuk menghasilkan cuan dari monetisasi?
sumber: businessweekly.tw