Hi Warga Bank Saqu!
Buat kamu yang lagi membangun brand sendiri atau jualan produk, kolaborasi dengan influencer bisa jadi jalan ninja buat ningkatin brand awareness dan membangun kepercayaan calon customer. Tapi gimana caranya milih yang tepat?
Bukan cuma soal jumlah followers, tapi juga apakah cara mereka menyampaikan pesan (tone dan messaging) benar-benar sejalan sama nilai brand kamu.
Dalam kampanye pemasaran (marketing campaign), influencer marketing terbukti efektif untuk membangun hubungan emosional dengan audiens dan mendorong pembelian—if done right. Menurut laporan dari Nielsen, 72% konsumen lebih percaya pada rekomendasi dari KOL dibandingkan dengan iklan tradisional, sementara influencer lebih efektif dalam menciptakan daya tarik visual dan popularitasnya.
Menurut Sprout Social, influencer yang baik bukan cuma dilihat dari jumlah pengikut, tapi dari kredibilitas, relevansi, dan relasi personal dengan komunitasnya. Dengan memastikan 3 hal di atas, influencer akan memberikan efek positif baik dari segi reputasi ataupun keuntungan materil (revenue).
Bayangin kamu lagi datang ke event networking untuk entrepreneur
Dilansir dari businessweekly.com, Jiang Shouzhi membagikan pengalamannya datang ke event networking. Ia bertemu tamu dari berbagai latar belakang: blogger, content creator, penyanyi, sampai profesional bidang teknologi dan kreatif.
Namanya juga networking, pasti follow-follow-an. Dari situ ia sadar: “Wah, ternyata banyak dari mereka followers-nya gede banget!” Ada yang 10 ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan. Sebagian memang influencer profesional—kerja utamanya dari konten. Ia memperhatikan 3 influencer yang memiliki jumlah followers yang berbeda-beda, dengan detail seperti di bawah ini:
- Mr. L : lebih dari 1 juta followers
- Mr. D : sekitar 300.000 followers
- Mr. N : 30.000 followers
Ia memperhatikan bagaimana para influencer berinteraksi dengan penyelenggara (pihak brand). Dengan level influence atau kemampuan untuk mempengaruhi audiens yang dimiliki influencer yang berbeda-beda, masing-masing influencer memiliki pendekatan yang berbeda di acara. Terlihat dari waktu yang mereka habiskan untuk mengikuti acara dan orang-orang yang diajak untuk berinteraksi.
- Mr. L hanya me-repost story brand dan dari teman-temannya dengan jangka waktu yang terbatas (24 jam) dan dia tidak datang ke event. Tapi, dia masih ditandai di postingan brand dan diundang untuk memberikan sambutan di panggung.
- Mr. D me-repost story brand dan teman-temannya, dan menyebarkan informasi event kepada followers-nya tapi tidak ada interaksi spesial dari brand seperti dengan Mr. L.
- Mr. N yang paling aktif. Ia tidak hanya mem-posting tapi juga berpartisipasi di seluruh kegiatan selama acara, tapi tidak ada interaksi apapun dari brand secara online.
Ada kecenderungan dari brand juga untuk memperlakukan brand sesuai dengan level pengaruh yang ia miliki. Semakin seseorang memiliki pengaruh, waktu yang influencer miliki biasanya jadi semakin terbatas. Dalam hal ini, penyelenggara event memusatkan perhatian yang ia miliki ke influencer dengan level pengaruh yang tinggi (yang jumlahnya tidak banyak).
“MinQu.. Bentar, kok malah bahas di atas sih?” Tenang, Warga, trust me ini bakal relevan kok. Sebelum kita bahas tentang cara memilih influencer biar kamu nggak boncos, kamu perlu tahu apa yang biasa dilakukan oleh brand lain ketika mengundang influencer dalam event-nya. Pada kasus di atas, influencer yang memiliki jumlah followers yang banyak tidak perlu untuk mengeluarkan effort yang banyak seperti datang ke acara karena tingkat kepercayaan yang tinggi dari brand dan audiens mereka. Rate yang harus dibayar untuk mendatangkan influencer dengan followers jutaan ke acara akan sangat mahal.
5 Hal Penting Yang Harus Dipertimbangkan Sebelum Kolaborasi Sama Influencer
Memilih influencer tidak semata-mata hanya melihat jumlah followers dan engagement rate. Faktor budget menjadi penentu utama dalam memilih influencer. Ketahui beberapa fakta yang patut menjadi pertimbangan sebelum kamu memutuskan untuk memilih influencer:
1. Jumlah followers belum tentu memastikan produkmu dapat dipromosikan dengan baik
Jumlah followers besar memang bisa membangun kesan kredibel. Misalnya seperti kasus di atas, ya. Influencer dengan jumlah followers yang banyak memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dibandingkan Tapi kalau kamu jualan roti ayam, ngapain endorse influencer dengan branding vegetarian dengan followers sejuta? Bisa-bisa malah memberikan image yang kurang baik kepada produk yang kamu miliki.
Influencer tidak semata-mata dipilih berdasarkan popularitas, tapi karena keterkaitan dengan produk. Pilih influencer yang nilai dan lifestyle-nya nyatu sama produkmu.
2. Influencer besar = biaya besar. Worth it?
Bahasan yang ini, terkait budget. Sebelum kamu memutuskan untuk endorse influencer dengan budget yang fantastis, coba kamu cek 5 postingan terbaru (tidak termasuk pinned post, ya), terus tanyakan 2 hal di bawah ini:
- Apakah kontennya cukup kuat untuk menjual produkmu?
- Apakah tone mereka terasa natural dan bisa menyampaikan pesan brand kamu dengan baik?
Menurut DailySocial, 77,4% brand di Indonesia pada 2024 lebih memilih micro-influencer (1.000–10.000 followers). Kenapa? Karena:
- Audiens mereka lebih engaged
- Biaya lebih terjangkau
- Komunikasi lebih natural
Relevansi dan relasi lebih menguntungkan popularitas.
3. Cari influencer dengan nilai jual yang unik
Daripada selebgram umum, pertimbangin influencer niche: teknologi, keuangan, beauty halal, sustainable fashion, parenting, dan lainnya.
Banyak micro-influencer yang punya komunitas kecil tapi aktif—entah lewat grup WhatsApp, komentar panjang di postingan, atau obrolan DM. Mereka berdiskusi seperti teman, bukan seperti salesperson. Ini bikin trust level audiens mereka tinggi banget.
4. Attitude itu penting banget
Cara influencer memperlakukan brand dan audiens juga penting.
Influencer yang ramah, responsif, dan menghargai kerja sama biasanya juga suka kasih bonus konten: extra story, shout-out ke produk sebelumnya, atau bahkan ngajak followers coba produk bareng.
Kerja sama kayak gini bukan cuma bikin brand kamu kelihatan, tapi juga terasa lebih hidup dan dekat.
5. Perhatikan interaksi influencer di kolom komentar
Jangan cuma lihat angka followers. Cek juga:
- Engagement rate
- Cara mereka balas komen
- Kehidupan komunitas di kolom komentar
Ini penting untuk memastikan mereka bukan ghost influencer (akun dengan followers besar tapi minim interaksi, atau followers bodong).
Micro-influencer: sarana ajak followers bikin konten review
Selain lebih terjangkau, micro-influencer cenderung lebih terbuka untuk aktivasi komunitas. Mereka sering mengajak followers-nya bikin user-generated content—dari review jujur, story Q&A, sampai testimoni.
Promosinya nggak terasa seperti iklan, tapi kayak cerita teman yang beneran suka produknya. Efeknya? Word of mouth yang makin kuat, apalagi kalau komunitas itu ikutan cerita dan rekomendasiin produkmu ke orang lain.
Kesimpulan
Kolaborasi dengan influencer bukan soal kuantitas, tapi soal kualitas koneksi dan kecocokan nilai.
Jadi, sebelum mulai endorse, coba pikirin lagi:
- Influencer mana yang paling nyambung dengan visi produkku?
- Apakah audiens mereka cocok dengan target market produkku?
- Apa aku selama ini cuma lihat angka followers, tanpa cek gaya komunikasi dan pesan yang mereka sampaikan?
Pilih influencer yang benar-benar bisa bantu menyampaikan pesanmu—dengan cara yang natural hangat, dan terasa dekat.