Jadi Solopreneur

8 Strategi Bisnis dari Brand Global Jepang yang Relevan untuk Solopreneur

16 Jul 2025

thumbnail

Halo, Warga Bank Saqu! 

Tahukah kamu bahwa salah satu brand fashion global asal Jepang paling sukses saat ini justru lahir dari... sebuah kesalahan ketik? 

UNIQLO, brand asal Jepang yang dikenal dengan pakaian sehar-hari berkualitas tinggi, awalnya ingin diberi nama “Unique Clothing Warehouse.” Namun, saat proses pendaftaran merek dagang, staf administrasi salah ketik dan menuliskan “Uniqlo.” 

Aneh? Sedikit. Namun, justru karena itulah nama tersebut menjadi unik, mudah diingat, dan per hari ini dikenal di lebih dari 25 negara. 

Cerita ini bukan sekadar trivia menarik. Ini adalah pengingat bahwa strategi bisnis terbaik tidak selalu dimulai dari kesempurnaan, melainkan dari keberanian untuk belajar dari proses. 

Bagi kamu yang sedang membangun usaha sendiri, kisah ini sangat relevan. 

Membangun brand bukan tentang langsung terlihat besar, melainkan tentang menjalankan strategi bisnis secara konsisten, otentik, dan berakar pada pemahaman mendalam tentang nilai yang ingin kamu bawa. 

Berikut ini adalah 8 strategi bisnis dari brand Jepang yang bisa jadi inspirasi dan panduan praktis bagi solopreneur Indonesia masa kini. 

1. Kesalahan Bukan Akhir, Bisa Jadi Identitas Brand 

Nama “UNIQLO” adalah hasil dari sebuah typo. Tadashi Yanai, pendiri UNIQLO, memilih untuk tidak memperbaikinya. 

Ia melihat nilai di balik kesalahan itu, yaitu nama yang lebih pendek, lebih tajam, dan lebih ikonik. Hasilnya? Typo tersebut berubah menjadi identitas global. 

Ini adalah contoh klasik dari prinsip Jepang: shippai wa seiko no moto (kegagalan adalah akar keberhasilan). Di balik setiap kesalahan kecil, selalu ada peluang untuk menemukan sesuatu yang baru dan otentik. 

Sebagai solopreneur, kamu mungkin belum punya sistem pemasaran sempurna, packaging kelas dunia, atau manajemen keuangan seakurat perusahaan besar. 

Tapi bukan itu poinnya. Terpenting adalah kamu responsif terhadap situasi, terbuka pada pembelajaran, dan punya kemauan untuk terus berkembang. 

Studi dari Harvard Business Review pun menunjukkan bahwa 52% konsumen merasa lebih terhubung dengan brand yang memiliki cerita autentik dan "manusiawi". 

Jadi, jangan remehkan cerita di balik jatuh-bangunmu, karena justru itu yang bisa jadi fondasi kuat untuk brand kamu. 

2. Kuasai Proses dari Hulu ke Hilir 

UNIQLO dikenal sebagai pelopor model bisnis SPA (Specialty store retailer of Private label Apparel). 

Mereka tidak hanya merancang pakaian, tapi juga memproduksi dan mendistribusikannya sendiri.  Dengan cara ini, mereka bisa menjaga kualitas, menekan biaya, dan merespons pasar dengan cepat. 

Bagi solopreneur, tentu belum semuanya bisa dilakukan sendiri. Namun, penting untuk memahami setiap proses bisnis yang kamu jalankan, mulai dari bahan baku, produksi, pengemasan, hingga pelayanan pelanggan. 

Hal ini sejalan dengan semangat Jepang yang disebut Genba, yaitu “turun langsung ke lapangan.” 

Dalam budaya kerja Jepang, pemilik bisnis atau manajer tidak hanya memimpin dari balik meja, tapi benar-benar memahami apa yang terjadi di lapangan. Dengan begitu, keputusan yang diambil tidak berdasarkan asumsi, tapi pemahaman konkret. 

3. Konsistensi Lebih Bernilai daripada Tren Sesaat 

Saat banyak brand fast fashion berlomba mengikuti tren, UNIQLO justru fokus pada pakaian-pakaian dasar yang bisa dipakai siapa saja: kaos polos, celana nyaman, jaket simpel. Bagi mereka, fungsionalitas dan kualitas jauh lebih penting daripada tampil “kekinian”. 

Riset dari Nielsen mengungkapkan bahwa 60% pelanggan lebih loyal kepada brand yang konsisten dalam nilai dan kualitas produk. 

Buat kamu yang sedang membangun bisnis, godaan untuk mengikuti tren sangat besar, apalagi di era media sosial. 

Akan tetapi, hati-hati. Terlalu sering berganti arah bisa membuat brand-mu kehilangan identitas. Konsumen bisa bingung, atau bahkan lupa alasan mengapa mereka memilihmu di awal. 

4. Inovasi Sebelum Dipaksa 

Salah satu alasan UNIQLO tetap relevan meski bersaing dengan raksasa global adalah keberanian mereka untuk berinovasi bahkan saat mereka sedang berada di atas. Mereka tak menunggu krisis datang. Sebelum dipaksa berubah, mereka sudah bertransformasi. 

Contohnya? Bahan heat-tech yang mereka kembangkan bersama Toray Industries, strategi omnichannel mereka, dan kolaborasi eksklusif dengan desainer dunia seperti Jil Sander atau JW Anderson. 

Solopreneur juga bisa menerapkan prinsip ini dalam skala kecil. Coba tanyakan: kapan terakhir kamu mengevaluasi cara kamu melayani pelanggan? Apakah kemasanmu bisa lebih baik? Apakah kamu sudah eksplor channel penjualan lain seperti TikTok Shop atau marketplace luar negeri? 

Semangat ini dikenal di Jepang sebagai Kaizen (perbaikan terus-menerus). Bukan menunggu gagal dulu, tapi justru mencari cara untuk berkembang meski semua terlihat baik-baik saja. 

5. Sederhana Itu Kuat 

UNIQLO tidak memakai slogan yang panjang. Desain logonya pun simpel, dengan dua warna: merah dan putih, terinspirasi dari bendera Jepang. Tapi kesederhanaan inilah yang justru memberi kekuatan pada identitas brand mereka. 

Dalam dunia digital yang serba cepat, konsumen tidak punya waktu untuk memproses pesan yang rumit. Desain yang bersih, kata-kata yang lugas, dan visual yang konsisten lebih mudah diingat dan dipercaya. 

Kamu tidak perlu menjadi ahli branding. Cukup pahami bahwa kesan pertama sering datang dari hal-hal kecil: font yang kamu pakai, warna yang kamu pilih, atau gaya bahasa di Instagram bio-mu. 

Prinsip Kanso (kesederhanaan sebagai bentuk keindahan) bisa menjadi panduan membangun identitas visual yang efektif. 

6. Kolaborasi adalah Jalan Pintas ke Eksposur 

UNIQLO rutin berkolaborasi. Mereka pernah bekerja sama dengan Disney, Louvre, manga-manga Jepang, hingga Billie Eilish. Hasilnya? Koleksi yang relevan di berbagai segmen tanpa kehilangan jati diri. 

Bagi solopreneur, kolaborasi adalah strategi cerdas untuk memperluas audiens tanpa biaya promosi yang besar. Coba pikirkan: siapa temanmu yang bisa bantu promosi? Siapa kreator konten lokal yang cocok dengan nilai brand kamu? Atau komunitas mana yang bisa kamu dukung? 

Di Jepang, kerja sama semacam ini dikenal sebagai Kyōryoku (kolaborasi yang saling menguatkan). Brand yang dibangun dengan jaringan yang baik akan tumbuh lebih cepat daripada yang berjalan sendiri. 

7. Detail Kecil Membentuk Pengalaman Besar 

Salah satu kekuatan UNIQLO yang jarang disadari adalah perhatian mereka terhadap detail. Penataan rak toko, cara staf menyapa pelanggan, bahkan cara mereka melipat pakaian, semuanya ditata dengan rapi dan konsisten. 

Hal yang sama berlaku dalam bisnis kecil. Cara kamu membalas pesan, kecepatan pengiriman, dan bahkan stiker kecil yang kamu tempel di paket bisa membentuk kesan emosional. 

Studi dari PwC menemukan bahwa 73% pelanggan mempertimbangkan pengalaman pelanggan sebagai faktor utama dalam keputusan pembelian. Bukan sekadar produknya, tapi perasaan yang mereka dapatkan selama berinteraksi dengan brand-mu. 

Inilah esensi Omotenashi dalam budaya Jepang: pelayanan yang sepenuh hati, bahkan tanpa harus diminta. 

8. Bangun dengan Mindset Global Sejak Hari Pertama 

Meskipun UNIQLO bermula dari satu toko kecil di Hiroshima, sejak awal Tadashi Yanai sudah memiliki visi global. Ia tidak ingin hanya menjadi pemimpin pasar lokal — ia ingin menciptakan brand Jepang yang bisa bersaing secara internasional. 

Hari ini, UNIQLO hadir di New York, Paris, Seoul, Jakarta, dan masih terus berkembang. 

Bagi solopreneur, ini menjadi pengingat penting: meski kamu mulai dari kecil, jangan batasi impianmu. 

Mulailah dengan brand name yang mudah diucapkan, visual yang relevan lintas budaya, dan storytelling yang bisa diterima secara universal. 

Dan hari ini, dunia digital memberi kamu panggung itu. TikTok bisa membawamu ke feed orang di Tokyo. Produkmu bisa dipesan dari Kuala Lumpur. Jangan tunggu besar dulu untuk berpikir besar. 

Mulai langkahmu untuk bisnis yang tidak stagnan

UNIQLO adalah bukti bahwa brand global bisa lahir dari sesuatu yang tidak sempurna. Sebuah typo, filosofi Jepang, dan konsistensi yang dibangun dari hal-hal kecil menjadi fondasi kesuksesan mereka. 

Bagi kamu yang sedang membangun usaha sendiri, kamu tidak butuh sempurna, kamu hanya butuh keberanian dan kemauan untuk terus belajar. Siapa tahu, hari ini kamu menjual produk dari rumah, tapi lima tahun lagi, kamu menandatangani kerja sama ekspor dengan pasar luar negeri. 

Teruslah bergerak. Seperti pepatah Jepang: 

“Keizoku wa chikara nari.” 
Konsistensi adalah kekuatan. 

Sumber: businesswekly.tw