Hustle culture sering dikaitkan dengan kinerja di tempat kerja, artinya setiap orang di dalam perusahaan punya intensitas, mindset, dan tingkat produktivitas yang tinggi terkait pekerjaannya.
Sayangnya saat ini hustle culture sering dijadikan acuan sebagai “komitmen” terhadap sebuah pekerjaan.
Hal tersebut akhirnya memberikan dampak pada fisik dan mental seseorang. Warga Bank Saqu pasti sering mendengar istilah ini, tapi tahukah ciri-ciri, dampak, hingga cara menghadapi hustle culture?
Yuk, pahami selengkapnya di bawah ini.
Apa Itu Hustle Culture?
Hustle culture artinya budaya kerja yang menekankan produktivitas, ambisi, dan kesuksesan secara intens, sering kali tanpa memperhatikan waktu istirahat, kesehatan diri, serta work-life balance.
Gaya hidup dan kultur kerja ini semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena banyak orang ingin mencapai tujuan profesional mereka dengan lebih cepat dan efisien.
Bahkan, seperti yang disinggung sebelumnya, perusahaan menjadikan hustle culture sebagai tolok ukur performa atau kinerja pegawainya. Hal ini pun berpengaruh pada performance review seseorang.
Namun, melansir Talk Space, meskipun banyak yang mengadopsinya, pola pikir yang terus-menerus sibuk dan tanpa batas ini telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan mental, seperti peningkatan kecemasan, stres, dan depresi.
Lebih jauh lagi, penelitian menunjukkan efek jangka panjang yang justru berlawanan, yaitu produktivitas yang menurun. Hustle culture yang berlebihan ini menyebabkan banyak pekerja mengalami burnout.
Hustle culture dan toxic positivity
Toxic productivity adalah keyakinan bahwa seseorang harus selalu produktif untuk bisa sukses. Pola pikir ini dapat berujung pada burnout serta kelelahan fisik dan mental.
Konsep utama di balik toxic productivity adalah anggapan bahwa semakin keras seseorang bekerja dibandingkan orang lain, semakin cepat mereka akan mencapai kesuksesan.
Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Hustle culture yang mendorong toxic productivity justru dapat berdampak buruk pada kesejahteraan seseorang dalam jangka panjang.
Ciri-Ciri Hustle Culture
Sekilas, hustle culture mungkin terlihat sebagai kultur kerja yang positif. Budaya ini menekankan kerja keras, fokus, dan dorongan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun, di balik itu semua, ada sisi lain yang perlu diperhatikan. Ciri-ciri hustle culture yang mengarah ke toxic productivity, menurut Calm, adalah:
- Jam kerja yang panjang dengan sedikit waktu istirahat.
- Batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang semakin tidak jelas.
- Tingkat stres dan kecemasan yang tinggi.
- Tekanan dari manajer atau atasan untuk siap dihubungi dan kerja kapan saja.
- Penghargaan yang diberikan kepada mereka yang bekerja berlebihan dan bersaing secara ketat.
- Work-life balance semakin berkurang, hingga tak bisa menikmati waktu di luar pekerjaan dengan tenang.
- Minimnya apresiasi terhadap istirahat dan pemulihan diri.
- Fokus yang terus-menerus pada produktivitas.
Dampak Hustle Culture
Mengutip CareersFuture, meskipun hustle culture artinya bekerja keras, tapi dampaknya tidak pada produktivitas atau hasil kerja maksimal, melainkan:
1. Counterproductive
Hustle culture membuat seolah-olah kamu harus produktif sepanjang hari. Tapi kenyataannya? Itu tidak mungkin dilakukan oleh seseorang. Justru, kelelahan dan burnout akan membuat kamu semakin jauh dari target yang ingin dicapai.
2. Melahirkan persaingan tidak sehat
Bayangkan dua karyawan dengan jabatan yang sama, karyawan pertama selalu bekerja tanpa henti, bahkan membalas email di luar jam kerja. Sementara itu, karyawan kedua lebih mengutamakan work-life balance dan memilih untuk istirahat setelah jam kerja selesai.
Saat performance review, karyawan pertama mendapatkan kenaikan gaji lebih besar dan promosi. Melihat hal ini, karyawan kedua mulai ikut bekerja lebih lama demi mendapatkan perlakuan yang sama.
Akhirnya, hustle culture semakin mengakar, di mana jumlah pekerjaan menjadi tolok ukur kemampuan dan kompetensi seseorang.
3. Level stres yang tinggi dan capek fisik
Kita ini manusia, bukan mesin. Bekerja berlebihan hanya akan meningkatkan stres, menurunkan kebahagiaan, dan membuat kelelahan berlebihan.
Pada akhirnya, hal ini justru berdampak buruk pada kinerja dan semakin menjauhkan kita dari tujuan profesional yang ingin dicapai.
4. Work-life balance terlupakan
Dalam hustle culture, work-life balance hampir tidak ada. Ingin nonton film bersama pasangan? Bermain dengan anak? Liburan bersama teman di akhir pekan? Jawabannya; tidak bisa.
Cara Menghadapi Kantor dengan Hustle Culture
1. Terapkan boundaries antara pekerjaan dan kehidupan
Ini berarti membatasi waktu yang dihabiskan untuk bekerja atau terlibat dalam aktivitas terkait pekerjaan di luar jam kerja. Selain itu, pastikan rekan kerja dan atasan memahami bahwa kamu hanya akan membahas pekerjaan pada jam kerja.
2. Maksimalkan waktu istirahat
Membuat jadwal istirahat yang teratur akan membantu mengurangi stres dan memberi waktu bagi pikiran untuk beristirahat. Sehingga kamu tetap produktif tanpa mengalami burnout. Jadwalkan istirahat singkat dalam sehari, seperti berjalan-jalan sejenak, mendengarkan musik, atau melakukan hobi.
3. Prioritaskan self care
Merawat diri sendiri harus menjadi prioritas utama sebelum tanggung jawab atau kewajiban lainnya agar kesehatan mental tetap terjaga. Pastikan setiap hari ada satu aktivitas khusus untuk dirimu sendiri, seperti membaca buku, menulis jurnal, berlari, berlatih yoga/meditasi, atau menghabiskan waktu bersama teman.
4. Fokus pada pencapaian sekecil apapun
Jangan terlalu keras pada diri sendiri jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Fokuslah pada hal-hal baik yang terjadi sehari-hari dan rayakan pencapaian kecil, sekecil apa pun itu. Ingat, setiap orang memiliki proses serta durasi untuk pencapaiannya sendiri, jadi jangan membandingkan dirimu dengan orang lain.
Self care dan self reward sangat penting dalam menghadapi hustle culture, artinya kamu harus punya waktu untuk diri sendiri agar tetap bahagia. Salah satu cara untuk bahagia dan tenang adalah punya kondisi finansial yang sehat!
Kamu bisa mencapai kesehatan keuangan dengan transaksi pakai Bank Saqu. Kamu bisa melakukan transaksi QRIS yang hasilkan cuan dari kembalian dan mulai berinvestasi deposito dengan suku bunga 6% p.a.
Tertarik untuk mencoba fitur dan produk bank Saqu? Yuk, pelajari berbagai program Bank Saqu selengkapnya di halaman ini atau langsung download aplikasinya di Android dan iOS untuk buka rekening Bank Saqu!